Berbekal Luas kasih-sayang-Nya

Jarak tempuh yang panjang untuk mencapai kampus biru memakan waktu satu jam. Tak bijak rasanya jika tidak menyadari di setiap hari perjuangan dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi itu tidaklah senantiasa disadari semata karena beribadah pada Allah. Sehingga apapun yang terjadi dalam perjalanan panjang saya itu… jika tiba waktu titik nadhir sebuah kehidupan. Berharap bernilai pahala yang melimpah karena disodaqohkan waktu untuk mencari ilmu.

Berbekal bismillah setiap keluar rumah dan menyalakan mesin kendaraan bermotor.

Meski sangat jauh dari kata alim (orang yang berilmu), lebih-lebih faqih. Keutamaan menuntut ilmu merupakan jalan masuk syurga. Dalam sebuah hadist yang sungguh mencerahkan. Diriwayatkan oleh Abud Darda Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan membimbingnya ke dalam salah satu jalan menuju syurga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang ahli ilmu akan dimintakan ampunan oleh segala yang dilangit dan dibumi, bahkan ikan yang berada di lautan sekalipun. Keutamaan seorang ahli ilmu diatas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan uang dinar ataupun dirham. Akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya sesungguhnya dia telah  mendapatkan jatah warisan yang sangat banyak. ” (HR. Abu Dawud dalam kitab al-‘ilmi)

Dan inilah kasih-sayang-Nya

Setiap waktu, dalam kesempatan keberuntungan dalam perjalanan. Terhindar dari marabahaya boleh jadi (dapat dipastikan) karna Allah masih begitu sayangya. Bermula dari terjatuh dari kendaraan akibat tidak mampu menjaga keseimbangan saat berpapasan dengan bus parwisata yang setiap harinya menuju ke kawasan objek wisata pantai Parangtritis (bus-nya melampaui marka jalan^^’). Disruduk mobil avanza dari belakang saat lampu merah, mungkin posisis waktu itu mobil masih kaget dengan traffic light yang berubah menjadi merah. Sehingga lagi-lagi saya terjatuh dari motor dan tiba-tiba dari belakang ada bus kopata kuning. Sesadarnya saya kala itu, jarak wajah saya dengan baja stainless body bus sesungguhnya sangat dekat. Anehnya lagi si penumpang mobil (bukan driver) membantu membangunkan saya dan bilang, lain kali lebih hati-hati (hanya bergumam “hm,, baiklah”).

Qullu ma’rufin shodaqoh: setiap yang baik adalah sedekah…

Sepulang dari kampus saat masih kuliah, ataupun sekarang saat profesi. Dijalan panjang saya merasa dininabobokkan. Tak jarang mengantuk dijalan karena kecapekan. Teman dekat yang mendapati mata saya terpejam dijalan suka ngamuk-ngamuk (Saya hanya senyum-senyum mendengar kecemasannya). Dan berazzam untuk lebih berhati-hati lagi.

Waktu yang sempurna untuk mengungkapkan kesyukuran.. maka tak jarang dalam setiap keberuntungan diakibatkan luasnya kasih-sayang-Nya. Trimakasih untuk yang berhati malaikat yang berada dirumah, tiada lain kepergian anak dari rumahmu ibu karena ridhamu.

Ambillah Cinta yang Menguatkan..

Ambillah cinta yang menguatkan dan bukan sebaliknya. Ketika ia jauh, tak menjadikanmu lemah karena sendiri. Ambil semangat, nasehat orang yang kita cintai tersebut. Agar mengalir kebaikannya dalam diri kita. Begitupun sebaliknya, saling bertransfer kebaikan. Sehingga terakselerasi kebaikan tersebut. Jika semula kita 1 maka akan menjadi 2 dan seterusnya sepandai kita mengambil kebaikan dari padanya.

Kita masih muda, saatnya mengejar impian selagi ada waktu. Masa muda bukan masa tua yang kelak dipertanyakan. Karena saat tubuh kita ringkih karena proses alami penuan kelak kebaikan masa muda kita akan mengalir sama saat tubuh kita masih prima.

So, selagi masih muda… jangan salah pilih cintaJ. Berdoalah kita agar kelak orang yang kita cinta jauh

Mensyurgakan hati, meraih manisnya iman

Selayaknya pakaian yang kita kenakan, pun demikian dengan iman kita. Keduanya memiliki kesamaan. Bisa usang karena terlalu sering kita gunakan. Bila ibarat iman adalah pakaian dimana setiap harinya sebagai seorang muslim kita ditatapkan dengan berbagai permasalahan kehidupan dengan tingkat kepelikan yang beragam rentangnya. Maka benarlah jika kita diajarkan untuk berdoa agar Ia senantiasa memperbaharui iman kita.

Bagaimana iman itu bisa berbuah manis? Salah satu indikator yang harus kita tilik dalam diri adalah akhlak kita. Sudahkah kita berlaku baik terhadap keluarga kita? Karena tanda baiknya akhlak adalah perlakuan yang baik pada setiap anggota keluarga (orang terdekat). Akhlak yang baik juga merupakan ranah-ranah amal dari penghayatan keimanan yang baik. Demikian pula profesionalitas (itqon) kita dalam bekerja atau beramanah, merupakan buah dari sifat ihsan (merasa selalu dalam pengawasan Allah).

Betapa akhlak yang ada dalam diri begitu penting menjadi perhatian kita. Begitu juga dalam kehidupan berumah tangga, kesemuanya tentang kesamaan akhlak diantara keduanya. Bayangkan saja jika suami-istri memiliki karakter yang sama-sama keras dan tak ada yang mau mengalah (karena mengalah tak berarti kalah). Begitulah akhlak, sesungguhnya kekasih kita Muhammad SAW itu diutus oleh Allah kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak.

Mari memetik sebuah hadist dari Anas ra, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiga perkara jika kalian memilikinya, maka akan didapati manisnya iman. Pertama, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selainya. Kedua, agar mencintai seseorang semata-mata karena Allah SWT. Ketiga, tidak senang kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah SWT, sebagaimana ketidak-senangannya dilempar kedalam api neraka.” (HR. Bukhari Muslim dengan redaksi Muslim).

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Arvan Pradiansyah “Hidup Penuh Kekaguman”, waktu kita kecil betapa setiap yang kita lihat, pegang semuanya mengagumkan? Melihat ulat bulu kecil yang berjalan meliuk-liuk, kemudian menambah kekaguman kita bahwa ulat bulu tersebut akan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Betapa kita menikmati dan hidup dengan penuh kekaguman waktu kecil dulu. Maka benarlah, masa kanak-kanak adalah manusia spriritual yang paling murni. Karena mereka mampu memaknai setiap ke-Agungan yang diciptakan Tuhan dengan penuh kesadaran.

Maka manusia dewasa mulai tahu mana kebutuhan dan keinginan. Yang tak jarang keduanya menjadi rancu mana yang ia butuhkan dan mana yang ia inginkan sebenarnya. Menjadikannya jauh dari hidup penuh dengan kesyukuran, sehingga ia jauh dari Tuhan. Maka jika kita benar ingin hidup dengan kesyukuran, cobalah hidup dengan ritme yang lebih lambat. Banyak berfikir dan merenung. Bukan banyak meng-update status melalui jejaring sosial yang biasa ia lakukan. Tak jarang orang yang anda ajak bicara anda tinggal untuk memantengin BBM, whats up, twit dst.

Padahal dalam setiap pertemuan, bertatap fisik sepatutnya anda berlaku baik dengan saudara yang ada didepan anda. Berkomunikasi dengan baik, memperhatikan apa yang ia ceritakan (tak jarang kita mendapatkan ilmu yang banyak hanya dari cerita lalu yang kurang kita perhatikan). Muhammad SAW tak pernah berbicara pada orang hanya sambil lalu. Dia selalu membalikkan badan untuk bertatapan dengan lawan bicaranya, dan lain sebagainya. Itulah hidup dengan ritme yang lebih lambat..

Dalam kaitan dengan manisnya iman yang pertama tadi, kecintaan kita pada Allah dan Rasulnya akan senantiasa men-trigger hati kita agar senantiasa menyempurnakan keinginan beribadah. Sehingga ia sibuk membenahi diri sendiri. Perasaan tersebut akan membuat amal yang banyak, semata untuk mencari keridhaan-Nya.

Manisnya iman yang kedua, mencintai seseorang semata karena Allah. Mungkin bisa dibahas lain waktu menjadi topik tersendiri;>.

Ketiga, benci pada kekufuran setelah diselamatkan Allah sebagaimana tidak senangnya ia dilempar kedalam api neraka. Adalah wujud istiqomah setelah mendapatkan hidayah yang sulit dipertahankan. Sebagaimana seorang hamba bertanya: ‘asika wa la tha’athik…. Ya Tuhanku, aku telah bermaksiat kepadamu, tapi kau tidak menghukumku? Jawab Allah: Aku telah menghukummu, tapi kau tidak merasakannya. Astagfirullah hal’adziim

Hakikat cinta yang paling tinggi adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah. Manisnya iman itu terjadi karena luapan emosi cinta yang mendorong kerelaan hati dan jiwa untuk melakukan apa saja demi cinta. Sehingga semua kesulitan tidak berarti lagi. Selamat menunaikan ibadah sebagai wujud kecintaan kita yang mendalamJ.

Berbekal Luas kasih-sayang-Nya

Jarak tempuh yang panjang untuk mencapai kampus biru memakan waktu satu jam. Tak bijak rasanya jika tidak menyadari di setiap hari perjuangan dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi itu tidaklah senantiasa disadari semata karena beribadah pada Allah. Sehingga apapun yang terjadi dalam perjalanan panjang saya itu… jika tiba waktu titik nadhir sebuah kehidupan. Berharap bernilai pahala yang melimpah karena disodaqohkan waktu untuk mencari ilmu.

Berbekal bismillah setiap keluar rumah dan menyalakan mesin kendaraan bermotor.

Meski sangat jauh dari kata alim (orang yang berilmu), lebih-lebih faqih. Keutamaan menuntut ilmu merupakan jalan masuk syurga. Dalam sebuah hadist yang sungguh mencerahkan. Diriwayatkan oleh Abud Darda Ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan membimbingnya ke dalam salah satu jalan menuju syurga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang ahli ilmu akan dimintakan ampunan oleh segala yang dilangit dan dibumi, bahkan ikan yang berada di lautan sekalipun. Keutamaan seorang ahli ilmu diatas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama di atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan uang dinar ataupun dirham. Akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya sesungguhnya dia telah  mendapatkan jatah warisan yang sangat banyak. ” (HR. Abu Dawud dalam kitab al-‘ilmi)

Dan inilah kasih-sayang-Nya

Setiap waktu, dalam kesempatan keberuntungan dalam perjalanan. Terhindar dari marabahaya boleh jadi (dapat dipastikan) karna Allah masih begitu sayangya. Bermula dari terjatuh dari kendaraan akibat tidak mampu menjaga keseimbangan saat berpapasan dengan bus parwisata yang setiap harinya menuju ke kawasan objek wisata pantai Parangtritis (bus-nya melampaui marka jalan^^’). Disruduk mobil avanza dari belakang saat lampu merah, mungkin posisis waktu itu mobil masih kaget dengan traffic light yang berubah menjadi merah. Sehingga lagi-lagi saya terjatuh dari motor dan tiba-tiba dari belakang ada bus kopata kuning. Sesadarnya saya kala itu, jarak wajah saya dengan baja stainless body bus sesungguhnya sangat dekat. Anehnya lagi si penumpang mobil (bukan driver) membantu membangunkan saya dan bilang, lain kali lebih hati-hati (hanya bergumam “hm,, baiklah”).

Qullu ma’rufin shodaqoh: setiap yang baik adalah sedekah…

Sepulang dari kampus saat masih kuliah, ataupun sekarang saat profesi. Dijalan panjang saya merasa dininabobokkan. Tak jarang mengantuk dijalan karena kecapekan. Teman dekat yang mendapati mata saya terpejam dijalan suka ngamuk-ngamuk (Saya hanya senyum-senyum mendengar kecemasannya). Dan berazzam untuk lebih berhati-hati lagi.

Waktu yang sempurna untuk mengungkapkan kesyukuran.. maka tak jarang dalam setiap keberuntungan diakibatkan luasnya kasih-sayang-Nya. Trimakasih untuk yang berhati malaikat yang berada dirumah, tiada lain kepergian anak dari rumahmu ibu karena ridhamu.

Ibu

Ibu, Cinta Kasih yang kau punya

adalah cahaya yang berpendar menembus pekat

adalah butir embun yang melumatkan dahaga

adalah lagu yang meninabobokkan

maka kepada Rabb aku mohonkan

Cinta kasihmu menjelmalah syurga

Quote

Cinta

Cinta dalam bahasa Arab disebut dengan al mahabbah,artinya benih atau inti. Disebut benih karena cita adalah benih dari kehidupan. Benih merupakan cikal bakal yang menumbuhkan tetumbuhan. Dan dari benihlah berkembang pepohonan kehidupan.